Rabu, 30 Mei 2012

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran


1.      Definisi  Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses belajar- mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi. Prinsip dasar pendekatan komunikatif ialah: a) materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi, b) desain materi harus menekankan proses belajar-mengajar dan bukan pokok bahasan, dan c) materi harus memberi dorongan kepada pelajar untuk berkomunikasi secara wajar ( Siahaan dalam Pateda, 1991:86).
Munculnya istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa diilhami oleh suatu teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi. Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang oleh Hymes (11972) disebut kompetensi komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural.
Pendekatan komunikatif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang menekankan pada kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dalam situasi keseharian.
Beberapa pendapat tentang pendekatan komunikatif.

P1) Penguasaan secara naluri yang dipunyai seorang penutur asli untuk menggunakan dan memahami bahasa secara wajar dalam proses berkomunikasi atau berinteraksi dan dalam hubungannya dengan konteks sosial (Dell Hymes)
22) Pendekatan yang mengintegrasikan pengajaran fungsi-fungsi bahasa dan tata bahasa (Little Wood, 1981)
33) Pendekatan yang mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa sehari-hari secara nyata (M. Soenardi Dwiwandono, 1996)
Dari pendapat-pendapat di atas tampaknya pendekatan komunikatif ingin ditekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses interaksi antarmanusia. Komunikasi di sini juga bisa berupa komunikasi lisan maupun tertulis.
Dalam pendekatan komunikatif, yang menjadi acuan adalah kebutuhan si terdidik dan fungsi bahasa. Pendekatan komunikatif berusaha membuat si terdidik memiliki kecakapan berbahasa. Dengan sendirinya, acuan pokok setiap unit pelajaran ialah fungsi bahasa dan bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk melaksanakan maksud komunikasi.
Strategi belajar-mengajar dalam pendekatan komunikatif didasarkan pada cara belajar siswa/mahasiswa aktif, yang sekarang dikenal dengan istilah Student Centered Learning (SCL). Cara belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing (1854—1952) (lihat Pannen, dkk.2001:42). Dewey sangat tidak setuju dengan rote learning ‘belajar dengan menghafal’. Dewey menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu mahasiswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan/ mahasiswa terlibat secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Dalam pendekatan komunikatif, ada beberapa metode yang dapat diterapkan, yaitu metode simulasi/ The Simulation Method, dan metode kaji pengalaman/ The Inquiry Method (Pateda,1991:87). Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh Slavin (dalam Pannen, dkk. 2001:69) metode-metode belajar aktif terdiri atas: metode Students Teams Achievement Division (STAD), metode Team Games Tournament (TGT), dan metode Jingsaw II. Dari pendapat Slavin ini, penulis hanya menerapkan metode STAD dan metode TGT. Hal ini dikarenakan metode jingsaw II lebih rumit. Selain mahasiswa, dibagi atas beberapa kelompok, dosen harus memilih mahasiswa yang tingkat kemampuannya lebih. Mahasiswa yang tingkat kemampuannya melebihi tingkat kemampuan teman mereka akan dikelompokan pula menjadi kelompok ahli.
a.        Metode Simulasi/ The Simulation Method
Metode simulasi diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok paling banyak lima orang.
  2. Dosen menyediakan topik-topik pembicaraan yang akan dibahas oleh setiap kelompok.
  3. Dosen berkeliling mengawasi kelompok dan sekali-kali melakukan tilang bahasa.
  4. Kesalahan umum dibicarakan secara umum.
  5. Diusahan agar anggota kelompok berani mengemukakan pendapat.
  6. Dosen mencatat kesalahan yang selalu muncul. Kesalahan ini dapat dimunculkan dalam evaluasi.
  7. Untuk memperbaiki kesalahan, sebaiknya, si terdidik yang memperbaikinya..

b.       Metode STAD/ Students Teams Achievement Division
Metode STAD diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Penyajian dosen 
  2. Diskusi kelompok mahasiswa 
  3. Tes/kuis/silang tanya antarkelompok 
  4. Penguatan dari dosen
Penyajian dosen mengenai pokok-pokok permasalahan, konsep, kaidah, dan prinsip-prinsip bidan ilmu. Penyajian dosen dalam bentuk ceramah dan tanya jawab. Diskusi kelompok dilakukan berdasarkan permasalahan yang disampaikan oleh dosen. Setelah itu, tes/kuis dilakukan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa. Terakhir, penguatan dosen dilakukan untuk menyakinkan keragua-raguan mahasiswa dan silang pendapat antarkelompok dalam diskusi.

c.        Metode TGT/ Team Games Tournament
Metode TGT diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Identifikasi masalah
  2. Pembahasan masalah dalam kelompok 
  3. Presentasi hasil bahasan kelompok/turnamen 
  4. Penguatan oleh dosen
Dalam identifikasi masalah, mahasiswa ditugaskan membaca sebuah konsep di rumah. Kemudian, konsep itu dipecahkan dalam kelompok. Setelah itu, pemecahan masalah disajikan dalam bentuk presentasi/turnamen. Dosen dan beberapa mahasiswa menjadi juri.

d.      Metode Kaji Pengalaman/ The Inquiry Method
Metode kaji pengalaman diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
1)      Mahasiswa diundang ke depan kelas.
2)      Ia diminta mengemukakan pendapatnya mengenai topik yang telah disediakan.
3)      Dosen memberanikan si mahsiswa agar ia dapat mengemukakan pendapat.
4)      Dosen dapat memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa yang dilakukan si mahasiswa.
5)      Para mahasiswa mencatat kesalahan dan perbaikan yang dibahas bersama-sama.
6)      Kesalahan yang selalu munculdapat dijadikan bahan evaluasi.
Pendekatan metode dalam pendekatan komunikatif yang ditawarkan di atas kadang-kadang tidak cocok untuk pokok bahasan tertentu. Memang di satu sisi, pendekatan komunikatif ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu mungkin dari sisi mahasiswa, sisi penyusunan bahan, dan dari sisi dosen/pengajar sendiri.
Akan tetapi, di sisi lain, keempat metode dalam pendekatan komunikatif itu telah penulis terapkan dan praktikan dalam kuliah bahasa Indonesia di berbagai fakultas di Universitas Andalas ini. Berdasarkan pengalaman dan praktik yang penulis lakukan, ternyata, keempat metode itu efektif digunakan dan mahasiswa tertarik serta aktif mempraktikan bahasa Indonesia dalam kelas.

2. Prosedur Pembelajaran Komunikatif
Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam Azies, 1996), menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar tersebut sebagai berikut.
a. Penyajian Dialog Singkat
Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan
Pelatihan ini diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu.
c. Tanya-Jawab
Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman pribadi siswa.
d. Pengkajian
Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.
e. Penarikan Simpulan
Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog.
f. Aktivitas Interpretatif
Siswa diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.
g. Aktivitas Produksi Lisan
Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas.
h. Pemberian Tugas
Memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah
i. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan (Tarigan, 1991).

Sumber:

Pengaruh Kebudayaan terhadap Jiwa Beragama


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebudayaan dan tradisi keagamaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Herskouits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Sementara, menurut Andreas Eppink kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain.
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga aspek – aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut.
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.[1] Dari sudut pandang sosiologi, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan norma ini ada yang bersifat sekunder dan primer.
Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini terlihat hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat, maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat – perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma – norma kehidupan akan cenderung mengandung muatan keagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, hubungan antara kegamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan.

B. Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda.
Sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan berkembang. Demikian pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi.
                                     
C. Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.
Dalam situasi pengaruh kebudayaan, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya.
                          


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia yang di dalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebagai aspek dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat karena kebudayaan merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak globalisasi dapat dilihat melalui hubungan dengan perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber dari ajaran agama.


[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 1996, hlm. 214

Media Pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN

Ketika teknologi khususnya teknoligi informasi belum berkembang seperti sekarang ini; ketika ilmu pengetahuan belum sepesat ini proses pembelajaran biasanya berlangsung pada tempat dan waktu tertentu. Proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran. Proses pembelajaran sangat tergantung pada guru sebagai sumber belajar. Dalam kondisi semacam ini, akan ada proses pembelajaran manakala ada guru; tanpa kehadiran guru di dalam kelas sebagai sumber belajar tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Saat ini, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, proses pembelajaran tidak lagi dimonopoli oleh adanya kehadiran guru di dalam kelas. Siswa sapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa bisa belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini makalah kami ini akan membahas tentang “Konsep Belajar dan Media Pembelajaran”.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Belajar
1.    Pengertian Belajar
Belajar  merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia dan setiap orang mengalami belajar dalam hidupnya. Setiap manusia perlu proses pendewasaan, baik pendewasaan secara fisik maupun psikis atau kejiwaan. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya, sejak dilahirkan hingga manusia mati. Proses belajar bisa dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah yaitu masyarakat dan keluarga. Belajar juga bisa melalu jalur formal, nonformal dan jalur informal.
Menurut Sabri (2005:20), belajar adalah proses perubahan perilaku baerkat pengalaman dan pelatihan. Sementara itu, Sadiman (2005:2) mengatakan, belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. (Musiqon, 2012: 3)
Secara kuanitatif, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional, belajar dipandang sebagai proses validasi terhadap penguasaan siswa ataua materi-materi yang telah ia pelajari. Pengertian belajar secara kualitatif ialah proses yang memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Oleh sebab itu belajar adalah proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu.
Seorang yang telah melakukan proses belajar pasti terjadi perubahan pada dirinya. Perubahan tersebut bersifat interpersonal, positif-aktif, dan fungsional. Perubahan sebagai hasil proses belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan atau apresiasi.
2.         Tujuan Belajar
Menurut Per Kline dalam Angkowo dan Kosasih, belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan (fun and enjoy). Rogers (dalam Angkowo, 2007: 49) sangat menekankan pentingnya relasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran. Secara umum ada tiga tujuan pembelajaran, yaitu:
1.    Untuk mendapatkan pengetahuan
2.    Untuk menanamkan konsep dan pengetahuan, dan
3.    Untuk membentuk sikap atau kepribadian
Pembentukan ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus terencana dan terrganisir secara sistematis. Secara lebih jelass dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah untuk menemukan makna, pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pesan yang diberikan pengajar, sumber belajar dan pengalaman hidup. Dengan harapan terjadi perubahan positif pada diri anak sebagao hasil belajar tersebut. (Musfiqon, 2012: 8)

3.         Factor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua factor utama, yakni factor dari dalam diri siswa dan factor yang berasal dari luar diri siswa atau factor lingkungan. Berkaitan dengan factor dari dalam diri siswa, selain factor kemampuan, ada juga factor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi social ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Salah satu factor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasl belajar adalah kualitas pengajaran.
Caroll dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 51) berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh 5 (lima) factor, yakni:
a.    Factor bakat belajar
b.    Factor waktu yang tersedia untuk belajar
c.    Factor kemampuan individu
d.   Factor kualitas pengajaran, dan
e.    Factor lingkungan
Sementara itu, Muhibbin Syah (2004: 144) membedakan fakto-faktor yang mempengaruhi belajar siswa menjadi tiga macan, yakni:
a.    Factor internal
b.    Factor eksernal
c.    Factor pendekatan belajar
Menurut Yamin, (2007: 141), factor-fakor yang mempengaruhi belajar diantaranya:
a.    Bakat dan ketepatan belajar
b.    Kemampuan untuk menguasai pelajaran
c.    Mutu program pembelajaran
d.   Ketahan
e.    Waktu (Musfiqon, 2012: 12)

4.    Modalitas Belajar
Modalitas belajar merupakan potensi dasar atau kecenderungan yang dimiliki anak. Bobbi De Porter dan Mike Hernacki membagi modalitas belajar menjadi 3 (tiga), yaitu:
a.    Visual, yaitu belajar dengan cara melihat
b.    Auditorial, yaitu belajar dengan cara mendengar
c.    Kinestetik, belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Modalitas belajar yang dimiliki manusia tidakbisa lepas dari hakekat manusia itu sendiri. Karena pada dasarnya, manusia itu terdiri atas jiwa dan raga. Sebagai makhluk yang berjiwa terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa yang masing-masing merupakan sumber daya psikis yang perlu dikembangkan. (Musfiqon, 2012: 15)

5.                   Komunikasi dalam Pelajaran
Komunikasi merupakan kegiatan rutin setiap interaksi antara dua orang atau lebih. Komunikasi adalah proses penyampaian lambing-lambang yang berarti antar manusia. Komunikasi antara siswa dengan guru adalah penyampaian pesan pelajaran. Didalamnya terjadi dan  terlaksana hubungan timbale balik. Guru menyampaikan pesan, siswa menerima pesan dan kemudian bertanya kepada guru, atau sebaliknya.
Komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai apa yang yang dibicarakan. Yang dikatakan komunikatif adalah apabila terjadi kesamaan bahasa dan kesamaan makna antara komunikator dan komunikan. Konsepsi komunikasi mengandung pengertian memberitahukan pesan. Pengetahuan, dan fikiran-fikiran dengan maksud mengikutsertakan peran siswa dalam proses pembelajaran, sehingga persoalan-persoalan yang dibicarakan milik bersama, dan tanggung jawab bersama. (Musfiqon, 2012: 17)

Proses komunikasi meliputi kelima unusr dan masing-masing unsure dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
a.    Who
b.    Say What
c.    In Which Channel
d.    To Whom
e.    And What Effect


Unsur-unsur dalam proses komunikasi
Penegasan tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebagai berikut:
-       Sender
-       Encoding
-       Message
-       Decoding
-       Receiver
-       Response
-       Feedback
-       Noice
Dalam proses komunikasi akan terjadi enconing dan decoding. Ada beberapa factor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi. Penghambat tersebut biasa dikenal dengan istilah barriers atau noises yang dapat menganggi proses komunikasi sehingga hasil komunikasi menjadi tidak optimal. Dalam komunikasi ada hambatan psikologis, hambatan fisik, dan dua jenis hambatan lainnya yaitu hambatan cultural dan hambatan lingkungan.
Hambatan-hambatan komunikasi yang ditemui dalam proses belajar mengajar menurut Asnawir dan Basyiruding Usman, antara lain:
1.         Verbalisme
2.         Perhatian yang bercabang
3.         Kekacauan penafsiran
4.         Tidak adanya tangapan
5.         Kurang perhatian
6.         Keadaan fisik dan lingkungan yang menganggu
7.         Sikap pasif anak didik
Secara garis besar, Surakhmad dalam Yamin (2007: 169) menggolongkan komunikasi dalam tiga jenis:
a.    Pengalaman riil, yakni segenap media di dalam kehidupan sehari-hari
b.    Pengalaman buatan, yakni segenap media yang sengaja diciptakan unutk mendekatkan pada pengalaman riil
c.    Pengalaman verbal, berupa ceramah, catatan merupakan alat utama dalam komunikasi
Berbicara tenttang jenis komunikasi, Darwanto membagi menjadi dua, yaitu:
a.    Komunikasi yang tidak membutuhkan media
b.    Komunikasi dengan membutuhkan media
Dari berbagai teori komunikasi tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa dalam pembelajaran terjadi proses komunikasi. Guru berposisi sebagai pengirim pesan dan siswa sebagai penerima pesan.
Adapun unsur-unsru komunikasi dalam pembelajaran terdiri dari:
-       Guru
-       Siswa
-       Materi pelajaran
-       Tujuan pembelajaran
-       Media
-       Evaluasi




B.       Media Pembelajaran
1.         Pengertian Media Pembelajaran
Ada beberapa tafsiran tentang pengertian media pengajaran. Marshall McLuhan berpendapat bahwa media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengandalkan kontak langsung dengan dia. Pendapat lain merumuskan media dalam arti smepit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana, sedangkan dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencankup alat-alat sedderhana, seperti slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjunga nkeluar sekolah.
Romiszowski merumuskan media pengajaran “…as the carries of massages, from some transmitting source (which may be a human being or an intimate object), to the receiver of the massage )which is our case is the learner). (Oemar Hamalik, 2003: 202)
Memahami media pembelajaran paling tidak ditinjau dari dua aspek, yaitu pengertian bahasa dan pengertian terminologi.
Kata media  berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Kata kunci media adalah “perantara”.
Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu : “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”. (http://media-grafika.com/pengertian-media-pembelajaran, 08 Maret 2012, Pukul 11:48 WIB)

Pengertian media secara terminologi cukup beragam, sesuai sudut pandang para pakar media pendidikan. Sadiman mengatakan media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Pengertian media dalam arti luas ini sesuai dengan pendapat Sharon, yang mengatakan media itu adalah alat komunikasi dan sumber informasi.
Gedne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Oemar Hamalik mendefinisikan media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan pembelajaran disekolah.
Istilah “media” bahkan sering dikaitkan dengan kata “teknologi” yang berasal dari bahasa latin tekne dan logos. Dalam konsep ini, media dinilai sebagai teknologi pembelajaran. Secara lebih utuh media pembelajaran dapa didefenisikan sebagai alat bantu berupa fisik maupun nonfisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien.
Selain pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangakan software  adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya. (Wina Sanjaya, 2008: 205)


2.         Ruang Lingkup dan Fungsi Media Pembelajaran
a.         Ruang lingkup media pembelajaran
Salah satu cirri media pembelajaran dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitan rangsangan pada indera penglihatan, pendengaran, perabaan, dan penciuman siswa. Secara umum, cirri-ciri media pembelajaran adalah bahwa media itu dapatt diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera.
Gerlach dan Ely dalam Arsyad mengemukakan ada tiga cirri media, yaitu:
1)   Ciri fiksatif (fizative property)
2)   Ciri manipulative (manipulative property)
3)   Ciri distributive (distributive property)
Sedangkan menurut Ahmad Rohani, ciri-ciri umum media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)   Media pembelajaran identik dengan alat peraga langsung dan tidak langsung
2)   Media pembelajaran digunakan dalam proses komunikasi instruksional
3)   Media pembelajaran merupakan alat yang efektif dalam instruksional
4)   Media pembelajaran memiliki muatan normative bagi kepentingan pendidikan
5)   Media pembelajaran erat kaitannya dengan metode mengajar khususnya maupun komponen-komponen sistem instruksional lainnya.

Identifikasi ciri-ciri media tentunya disesuaikan dengan konteks pembelajaran. Adapun ciri-ciri media pembelajaran antara lain:
1)   Semua jenis alat yang dimanfaatkan sebagai alat bantu pembelajaran
2)   Menumbuhkan minat belajar siswa
3)   Meningkatkan kualitas pembelajaran
4)   Memudahkan komunikasi antara guru dan siswa dalam pembelajaran
Ruang lingkup media pembelajaran adalah meliputi segala alat, bahan, peraga, serta sarana dan prasarana di sekolah yang digunakan dalam proses pembelajaran. Media tersebut bisa memberikan rangsangan pada siswa untuk belajar, serta dapat menagtasi kebutuhan dan problem siswa dalam belajar.
b.                  Fungsi media pembelajaran
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
(1)      Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata – katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)
(2)      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
(3)      Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
(4)      Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah. (http://elearning.unesa.ac.id/myblog/antok-saivul-huda/pengertian-macam-macam-media-grafis, 08 Maret 2012, Pukul 11:28 WIB)
Angkowo dan Kosasi, berpendapat bahwa salah satu fungi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu pembelajaran yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi dan lingkungan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diciptakan dan didesain oleh guru.
Media pembelajaran,menurut Kemp dan Dayton dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila digunakan untuk perorangan, kelompok atau pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
1)   Memotivasi minat atau tindakan
2)   Menyajikan informasi
3)   Member instruksi
Levie dan Lent mengemukakan empa fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
a)    Fungsi atensi
b)   Fungsi afektif
c)    Fungsi kognitif
d)   Fungsi kompensantoris (Musfiqon, 2012: 34)
Secara khusus media pembelajaran memiliki fungsi dan berperan seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.    Merangkap Suatu Objek atau Peristiwa-peristiwa Tertentu
2.    Memanipulasi Keadaan, Peristiwa, atau Obejk Tertentu
3.    Memabah Gairah dan Motivasi Belajar Siswa
4.    Media Pembelajaran Memiliki Nilai Praktis (Wina Sanjaya, 2008: 209)
Dari berbagai fungsi diatas, tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu fungsi media adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indicator semua materi tuntas disampaikan dan peserta didik memahami secara lebih mudah dan tuntas.

3.    Kedudukan Media dalam Pembelajaran
Media merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran. Sehingga kedudukannya tidak hannya sekedar sebagai alat pembantu mengajar, tetapi sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran.
Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting. Sebab media dapat menynjang keberhasilan pemeblajaran. Bahkan kalau dikaji lebih jauh, media tidak hanya sebagai penyalur pesan yang harus dikendalikan sepenuhnya oleh sumbe berupa orang, tetapi dapat juga menggantikan sebagian tugas guru dalam penyajian materi pembelajaran. (Musfiqon, 2012: 36)
Kedudukan media yang telah menjadi bagian integral dalam pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dlam memilih dan mendesain media yang sesuai. Dalam proses pembelajaran antara materi, guru, strategi dan media, dan dan siswa menjadi rangkaian mutual yang saling mempengaruhi sesuai dengan kedudukan masing-masing. Kolaborasi antara materi pembelajaran, strategi, siswa dan guru merupakan syarat penting dalam penerapan media pembelajaran. Keberhasilan dalam penggunaan media juga dipengaruhi factor lain yang merupakan komponen pembelajaran.

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari pemaparan makalah kami diatas dapat disimpulkan bahwa, belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Belajar juga merupakan proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua factor utama, yakni factor dari dalam diri siswa dan factor yang berasal dari luar diri siswa atau factor lingkungan.
Saat ini, dalam pembelajaran juga mengenal dengan media pembelajaran. Dimana media pembelajaran tersebut akan berfungsi mempermudah proses masuknya pesan kepada penerima pesan (ilmu). Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.



DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Media Grafika.