BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebudayaan dan tradisi keagamaan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Herskouits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain. Sementara, menurut Andreas Eppink
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan,
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain.
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan
tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga
aspek – aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian,
kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang
dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut.
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, merupakan unsur sosial budaya yang telah
mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.[1] Dari sudut pandang
sosiologi, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan
kerangka acuan norma ini ada yang bersifat sekunder dan primer.
Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka
secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di
masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini terlihat hubungan antara tradisi
keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai
pedoman bagi kehidupan masyarakat, maka dalam masyarakat pemeluk agama
perangkat – perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma – norma
kehidupan akan cenderung mengandung muatan keagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, hubungan antara kegamaan dengan
kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan
dalam suatu masyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya
dalam kebudayaan.
B. Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan
mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai
lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku
keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh
dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap
keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan
tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari
pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap
keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun
penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama,
tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang
mempunyai peran ganda.
Sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan
berkembang. Demikian pula budaya
mengalami perkembangan dan tranformasi.
C. Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi
ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan
dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba
boleh (permissiveness). Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses
perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber
dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber
dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu
dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang
dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika
terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap
sesuatu. Hal ini berarti bahwa
apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh
individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.
Dalam situasi pengaruh kebudayaan, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan.
Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap
rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan,
kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar
dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini
sulit menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia yang di dalamnya terdapat
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebagai aspek dari
kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu
masyarakat karena kebudayaan merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan
pedoman hidup oleh masyarakat.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai
sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Dalam
kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak globalisasi dapat dilihat melalui
hubungan dengan perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang
bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber dari ajaran agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar